Mediasuarapolri.co.id – Kekayaan Negara dapat diselamatkan dengan undang undang perampasan aset : Mengapa Indonesia Mendesak dan Perlu Undang-Undang Perampasan Aset sebab Korupsi dan kejahatan keuangan ancaman serius terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan oleh Indah Pratiwi, konformasi dengan media di Jakarta, Minggupetang (17/11).
Katanya, Indonesia, dengan tantangan kompleks dalam pemberantasan korupsi, membutuh kan mekanisme yang lebih progresif untuk menyelamatkan kekayaan negara yang telah dirampas secara ilegal.
Dalam konteks ini, pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset (UUPA) menjadi langkah strategis yang tidak hanya mendesak tetapi juga krusial untuk memastikan pemulihan aset negara yang dirugikan oleh tindak pidana.
Menurut data yang dirilis oleh Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2023 berada di angka 34/100, menempatkan negara ini di peringkat ke-110 dari 180 negara.
Sementara itu, laporan KPK menunjukkan bahwa potensi kerugian negara akibat korupsi pada tahun 2022 mencapai lebih dari Rp50 triliun. Jumlah ini belum mencakup aset yang disembunyikan pelaku kejahatan di luar negeri.
Selama ini, penanganan kejahatan keuangan di Indonesia mengandalkan mekanisme hukum pidana konvensional, yang mengharuskan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum aset yang terkait dengan tindak pidana dapat disita.
Pendekatan ini memiliki sejumlah kelemahan:
1. Proses yang Lambat: Penyelesaian kasus korupsi di Indonesia rata-rata membutuhkan waktu bertahun-tahun, memberikan peluang bagi pelaku untuk menghilangkan atau menyembunyikan aset ilegal.
2. Kesenjangan Hukum: Tidak semua pelaku kejahatan dapat diadili, misalnya ketika mereka melarikan diri ke luar negeri.
3. Ketergantungan pada Vonis Pidana: Aset sering kali tidak dapat disentuh tanpa putusan pidana, meskipun terdapat bukti kuat bahwa aset tersebut berasal dari hasil kejahatan.
Dengan adanya UUPA, negara dapat mengadopsi mekanisme non-conviction based asset forfeiture (NCB), yaitu perampasan aset tanpa bergantung pada vonis pidana, selama terdapat bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa aset tersebut berasal dari kejahatan.
Secara prinsip, UUPA berlandaskan pada teori restorative justice, yang bertujuan untuk memulihkan kerugian masyarakat akibat kejahatan. Teori ini menggeser fokus dari penghukuman pelaku ke pemulihan aset yang dirugikan.
Dalam perspektif hukum administrasi, aset yang diduga berasal dari kejahatan dapat dianggap sebagai objek hukum terpisah yang dapat diproses tanpa harus menunggu putusan atas pemiliknya.
Sebagai tambahan, UUPA juga dapat mengacu pada doktrin public interest, di mana perlindungan kepentingan publik harus menjadi prioritas utama dalam pengelolaan negara.
Keberadaan aset yang disita dari kejahatan keuangan akan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat, misalnya dengan dialokasikan untuk sektor kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Banyak negara telah mengadopsi UU Perampasan Aset sebagai instrumen efektif dalam pemberantasan korupsi :
1. Singapura: Melalui Corruption, Drug Trafficking and Other Serious Crimes Act, pemerintah Singapura memiliki wewenang untuk menyita aset yang dicurigai tanpa harus bergantung pada putusan pidana. Hal ini membantu negara tersebut mempertahankan reputasinya sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia.
2. Australia: Sistem Proceeds of Crime Act memungkinkan penyitaan aset berdasarkan bukti kuat bahwa aset tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana. Negara ini berhasil menyita lebih dari AUD 300 juta aset ilegal hanya dalam satu dekade.
3. Kolombia: Dalam perang melawan kartel narkoba, Kolombia menerapkan sistem NCB untuk menyita properti dan aset bernilai miliaran dolar yang terhubung dengan jaringan kejahatan terorganisir.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa UUPA bukan hanya langkah yang realistis tetapi juga sangat efektif untuk memerangi kejahatan ekonomi dan menyelamatkan kekayaan negara.
Manfaat Strategis Pengesahan UUPA
1. Pemulihan Kerugian Negara Secara Cepat. Dengan menghilangkan ketergantungan pada putusan pidana, UUPA memungkinkan negara untuk segera menyita dan memanfaatkan aset yang terbukti ilegal, tanpa harus melalui proses hukum yang berlarut-larut.
2. Meningkatkan Efektivitas Penegakan Hukum
Regulasi ini memberikan alat tambahan bagi penegak hukum untuk mengejar aset yang tersebar di dalam maupun luar negeri, terutama melalui kerja sama internasional.
3. Mencegah Kejahatan Berulang.
Dengan memberikan efek jera melalui penyitaan aset, pelaku akan kehilangan insentif untuk melakukan kejahatan keuangan.
4. Meningkatkan Kepercayaan Publik
Dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan UUPA, masyarakat akan melihat komitmen nyata pemerintah dalam melindungi kekayaan negara.
Tantangan dalam Implementasi
Seperti regulasi lainnya, UUPA juga menghadapi sejumlah tantangan yang harus diatasi:
1. Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan Tanpa pengawasan ketat, perampasan aset dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik atau ekonomi tertentu. Mekanisme checks and balances harus diintegrasikan dalam pelaksanaan UUPA.
2. Perlindungan Hak Asasi Manusia
Perampasan aset tanpa putusan pidana dapat dianggap melanggar hak kepemilikan. Oleh karena itu, diperlukan bukti yang kuat dan proses hukum yang transparan untuk menjaga keadilan.
3. Koordinasi Antar-Lembaga
Implementasi UUPA membutuhkan sinergi antara KPK, PPATK, kejaksaan, dan lembaga internasional. Tanpa koordinasi yang baik, efektivitas regulasi ini akan terhambat.
Pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset langkah yang mendesak untuk menyelamatkan kekayaan negara dan memerangi korupsi secara sistematis.
Dengan mengacu pada pengalaman internasional dan landasan hukum yang kuat, regulasi ini dapat menjadi instrumen penting untuk memperkuat sistem hukum Indonesia.
Untuk memastikan implementasinya berhasil, pemerintah harus:
1. Menetapkan Kerangka Hukum yang Transparan: Termasuk prosedur pengawasan dan mekanisme banding yang jelas.
2. Melakukan Edukasi Hukum kepada Aparat: Penegak hukum harus memahami dan menerapkan UUPA secara profesional.
3. Membangun Sistem Teknologi Pemantauan Aset: Menggunakan teknologi seperti blockchain untuk melacak aset secara transparan dan akurat.
4. Meningkatkan Kerja Sama Internasional: Memanfaatkan platform global untuk mengejar aset yang disembunyikan di luar negeri.
Dengan langkah strategis ini, Indonesia dapat mempercepat pemulihan aset negara, memitigasi dampak korupsi, dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Waktunya bertindak adalah sekarang.rt.
(Red)